Bhineka tunggal ika (garuda) adalah lambang
dari berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah
satu kesatuan.
Keragaman budaya atau “cultural
diversity” adalah keniscayaan yang ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di
Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam
konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa,
masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat
kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok
sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang
dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga
mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari
pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan.
Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa
dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan
luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia
sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian
juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia turut mendukung
perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga memcerminkan kebudayaan agama
tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan
tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak
saja keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya
dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan.
Dengan keanekaragaman kebudayaannya
Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara
lainnya. Indonesia mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi. Dan
tak kalah pentingnya, secara sosial budaya dan politik masyarakat Indonesia
mempunyai jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai
sejak dulu. Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar
kelompok sukubangsa yang berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada
di dunia. Labuhnya kapal-kapal Portugis di Banten pada abad pertengahan
misalnya telah membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan dunia
internasional pada saat itu. Hubungan antar pedagang gujarat dan pesisir jawa
juga memberikan arti yang penting dalam membangun interaksi antar peradaban
yang ada di Indonesia. Singgungan-singgungan peradaban ini pada dasarnya telah
membangun daya elasitas bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan perbedaan.
Disisi yang lain bangsa Indonesia juga mampu menelisik dan mengembangkan budaya
lokal ditengah-tengah singgungan antar peradaban itu.
Bukti Sejarah
Sejarah membuktikan bahwa kebudayaan di
Indonesia mampu hidup secara berdampingan, saling mengisi, dan ataupun berjalan
secara paralel. Misalnya kebudayaan kraton atau kerajaan yang berdiri sejalan
secara paralel dengan kebudayaan berburu meramu kelompok masyarakat tertentu.
Dalam konteks kekinian dapat kita temui bagaimana kebudayaan masyarakat urban
dapat berjalan paralel dengan kebudayaan rural atau pedesaan, bahkan dengan
kebudayaan berburu meramu yang hidup jauh terpencil. Hubungan-hubungan antar
kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam bingkai ”Bhinneka Tunggal
Ika” , dimana bisa kita maknai bahwa konteks keanekaragamannya bukan hanya
mengacu kepada keanekaragaman kelompok sukubangsa semata namun kepada konteks
kebudayaan.
Didasari pula bahwa dengan jumlah
kelompok sukubangsa kurang lebih 700’an sukubangsa di seluruh nusantara, dengan
berbagai tipe kelompok masyarakat yang beragam, serta keragaman agamanya,
masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang sesungguhnya rapuh. Rapuh
dalam artian dengan keragaman perbedaan yang dimilikinya maka potensi konflik
yang dipunyainya juga akan semakin tajam. Perbedaan-perbedaan yang ada dalam
masyarakat akan menjadi pendorong untuk memperkuat isu konflik yang muncul di
tengah-tengah masyarakat dimana sebenarnya konflik itu muncul dari isu-isu lain
yang tidak berkenaan dengan keragaman kebudayaan. Seperti kasus-kasus konflik
yang muncul di Indonesia dimana dinyatakan sebagai kasus konflik agama dan
sukubangsa. Padahal kenyataannya konflik-konflik tersebut didominsi oleh
isu-isu lain yang lebih bersifat politik dan ekonomi. Memang tidak ada penyebab
yang tunggal dalam kasus konflik yang ada di Indonesia. Namun beberapa kasus
konflik yang ada di Indonesia mulai memunculkan pertanyaan tentang
keanekaragaman yang kita miliki dan bagaimana seharusnya mengelolanya dengan
benar.
Peran pemerintah: penjaga
keanekaragaman
Sesungguhnya peran pemerintah dalam
konteks menjaga keanekaragaman kebudayaan adalah sangat penting. Dalam konteks
ini pemerintah berfungsi sebagai pengayom dan pelindung bagi warganya,
sekaligus sebagai penjaga tata hubungan interaksi antar kelompok-kelompok
kebudayaan yang ada di Indonesia. Namun sayangnya pemerintah yang kita anggap
sebagai pengayom dan pelindung, dilain sisi ternyata tidak mampu untuk
memberikan ruang yang cukup bagi semua kelompok-kelompok yang hidup di
Indonesia. Misalnya bagaimana pemerintah dulunya tidak memberikan ruang bagi kelompok-kelompok
sukubangsa asli minoritas untuk berkembang sesuai dengan kebudayaannya.
Kebudayaan-kebudayaan yang berkembang sesuai dengan sukubangsa ternyata tidak
dianggap serius oleh pemerintah. Kebudayaan-kebudayaan kelompok sukubangsa
minoritas tersebut telah tergantikan oleh kebudayaan daerah dominant setempat,
sehingga membuat kebudayaan kelompok sukubangsa asli minoritas menjadi
tersingkir. Contoh lain yang cukup menonjol adalah bagaimana misalnya
karya-karya seni hasil kebudayaan dulunya dipandang dalam prespektif
kepentingan pemerintah. Pemerintah menentukan baik buruknya suatu produk
kebudayaan berdasarkan kepentingannya. Implikasi yang kuat dari politik
kebudayaan yang dilakukan pada masa lalu (masa Orde Baru) adalah penyeragaman
kebudayaan untuk menjadi “Indonesia”. Dalam artian bukan menghargai perbedaan
yang tumbuh dan berkembang secara natural, namun dimatikan sedemikian rupa
untuk menjadi sama dengan identitas kebudayaan yang disebut sebagai ”kebudayaan
nasional Indonesia”. Dalam konteks ini proses penyeragaman kebudayaan kemudian
menyebabkan kebudayaan yang berkembang di masyarakat, termasuk didalamnya
kebudayaan kelompok sukubangsa asli dan kelompok marginal, menjadi terbelakang
dan tersudut. Seperti misalnya dengan penyeragaman bentuk birokrasi yang ada
ditingkat desa untuk semua daerah di Indonesia sesuai dengan bentuk desa yang
ada di Jawa sehingga menyebabkan hilangnya otoritas adat yang ada dalam
kebudayaan daerah.
Tidak dipungkiri proses peminggiran
kebudayaan kelompok yang terjadi diatas tidak lepas dengan konsep yang disebut
sebagai kebudayaan nasional, dimana ini juga berkaitan dengan arah politik
kebudayaan nasional ketika itu. Keberadaan kebudayaan nasional sesungguhnya
adalah suatu konsep yang sifatnya umum dan biasa ada dalam konteks sejarah
negara modern dimana ia digunakan oleh negara untuk memperkuat rasa kebersamaan
masyarakatnya yang beragam dan berasal dari latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Akan tetapi dalam perjalanannya, pemerintah kemudian memperkuat
batas-batas kebudayaan nasionalnya dengan menggunakan kekuatan-kekuatan
politik, ekonomi, dan militer yang dimilikinya. Keadaan ini terjadi berkaitan
dengan gagasan yang melihat bahwa usaha-usaha untuk membentuk suatu kebudayaan
nasional adalah juga suatu upaya untuk mencari letigimasi ideologi demi
memantapkan peran pemerintah dihadapan warganya. Tidak mengherankan kemudian,
jika yang nampak dipermukaan adalah gejala bagaimana pemerintah menggunakan
segala daya upaya kekuatan politik dan pendekatan kekuasaannya untuk ”mematikan”
kebudayaan-kebudayaan local yang ada didaerah atau kelompok-kelompok pinggiran,
dimana kebudayaan-kebudayaan tersebut dianggap tidak sesuai dengan kebudayaan
nasional.
Setelah reformasi 1998, muncul
kesadaran baru tentang bagaimana menyikapi perbedaan dan keanekaragaman yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia. Yaitu kesadaran untuk membangun masyarakat
Indonesia yang sifatnya multibudaya, dimana acuan utama bagi terwujudnya
masyarakat Indonesia yang multibudaya adalah multibudayaisme, yaitu sebuah ideologi
yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara
individual maupun secara kebudayaan (Suparlan,1999). Dalam model multikultural
ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia)
dilihat sebagai mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat
tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua
kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk
terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti
sebuah mosaik tersebut. Model multibudayaisme ini sebenarnya telah digunakan
sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang
dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan
Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: “kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah
puncak-puncak kebudayaan di daerah”.
Sebagai suatu ideologi, multikultural
harus didukung dengan sistem infrastuktur demokrasi yang kuat serta didukung
oleh kemampuan aparatus pemerintah yang mumpuni karena kunci multibudayaisme
adalah kesamaan di depan hukum. Negara dalam hal ini berfungsi sebagai
fasilitator sekaligus penjaga pola interaksi antar kebudayaan kelompok untuk
tetap seimbang antara kepentingan pusat dan daerah, kuncinya adalah pengelolaan
pemerintah pada keseimbangan antara dua titik ekstrim lokalitas dan
sentralitas. Seperti misalnya kasus Papua dimana oleh pemerintah dibiarkan
menjadi berkembang dengan kebudayaan Papuanya, namun secara ekonomi dilakukan
pembagian kue ekonomi yang adil. Dalam konteks waktu, produk atau hasil
kebudayaan dapat dilihat dalam 2 prespekif yaitu kebudayaan yang berlaku pada
saat ini dan tinggalan atau produk kebudayaan pada masa lampau.
Menjaga keanekaragaman budaya
Dalam konteks masa kini, kekayaan kebudayaan
akan banyak berkaitan dengan produk-produk kebudayaan yang berkaitan 3 wujud
kebudayaan yaitu pengetahuan budaya, perilaku budaya atau praktek-praktek
budaya yang masih berlaku, dan produk fisik kebudayaan yang berwujud artefak
atau banguna. Beberapa hal yang berkaitan dengan 3 wujud kebudayaan tersebut
yang dapat dilihat adalah antara lain adalah produk kesenian dan sastra,
tradisi, gaya hidup, sistem nilai, dan sistem kepercayaan. Keragaman budaya
dalam konteks studi ini lebih banyak diartikan sebagai produk atau hasil
kebudayaan yang ada pada kini. Dalam konteks masyarakat yang multikultur,
keberadaan keragaman kebudayaan adalah suatu yang harus dijaga dan dihormati
keberadaannya. Keragaman budaya adalah memotong perbedaan budaya dari
kelompok-kelompok masyarakat yang hidup di Indonesia. Jika kita merujuk kepada
konvensi UNESCO 2005 (Convention on The Protection and Promotion of The
Diversity of Cultural Expressions) tentang keragaman budaya atau “cultural
diversity”, cultural diversity diartikan sebagai kekayaan budaya yang dilihat
sebagai cara yang ada dalam kebudayaan kelompok atau masyarakat untuk
mengungkapkan ekspresinya. Hal ini tidak hanya berkaitan dalam keragaman budaya
yang menjadi kebudayaan latar belakangnya, namun juga variasi cara dalam penciptaan
artistik, produksi, disseminasi, distribusi dan penghayatannya, apapun makna
dan teknologi yang digunakannya. Atau diistilahkan oleh Unesco dalam dokumen
konvensi UNESCO 2005 sebagai “Ekpresi budaya” (cultural expression). Isi dari
keragaman budaya tersebut akan mengacu kepada makna simbolik, dimensi artistik,
dan nilai-nilai budaya yang melatarbelakanginya.
Dalam konteks ini pengetahuan budaya
akan berisi tentang simbol-simbol pengetahuan yang digunakan oleh masyarakat
pemiliknya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungannya. Pengetahuan
budaya biasanya akan berwujud nilai-nilai budaya suku bangsa dan nilai budaya
bangsa Indonesia, dimana didalamnya berisi kearifan-kearifan lokal kebudayaan
lokal dan suku bangsa setempat. Kearifan lokal tersebut berupa nilai-nilai
budaya lokal yang tercerminkan dalam tradisi upacara-upacara tradisional dan
karya seni kelompok suku bangsa dan masyarakat adat yang ada di nusantara.
Sedangkan tingkah laku budaya berkaitan dengan tingkah laku atau tindakan-tindakan
yang bersumber dari nilai-nilai budaya yang ada. Bentuk tingkah laku budaya
tersebut bisa dirupakan dalam bentuk tingkah laku sehari-hari, pola interaksi,
kegiatan subsisten masyarakat, dan sebagainya. Atau bisa kita sebut sebagai
aktivitas budaya. Dalam artefak budaya, kearifan lokal bangsa Indonesia
diwujudkan dalam karya-karya seni rupa atau benda budaya (cagar budaya). Jika
kita melihat penjelasan diatas maka sebenarnya kekayaan Indonesia mempunyai
bentuk yang beragam. Tidak hanya beragam dari bentuknya namun juga menyangkut
asalnya. Keragaman budaya adalah sesungguhnya kekayaan budaya bangsa Indonesia.